Mengenal Proses Pembentukan Bumi

Sejarah Terbentuknya Bumi

Bumi adalah sebuah benda yang ada di jagat raya. Bumi tidak muncul dengan sendirinya dalam bentuk yang sempurna. Bumi terbentuk melalui proses yang amat panjang dan terus berkembang hingga saat ini.

Pada awalnya, para ilmuwan berpendapat bahwa proses terbentuknya Bumi sudah terjadi sejak bermiliar-miliar tahun yang lalu.


Planet Bumi bermula dari sebuah awan raksasa yang kala itu selalu berputar-putar di antariksa.

Awan raksasa ini kemudian membentuk bola-bola yang menarik butir-butir debu dan gas.

Bola-bola debu dan gas yang terbentuk itu yang nantinya menjadi awal mula terbentuknya Bumi, planet-planet, bulan, dan benda langit lainnya.


Ketika gravitasi Bumi semakin besar, gas serta debu akan semakin termampat dan lambat laun akan menjadi semakin padat.

Peristiwa ini menyebabkan Bumi semakin panas dan menjadi bola berpijar.

Bagian luar Bumi akan mulai mendingin dan mengeras. Tetapi Bumi belum dingin sama sekali. Disisi lain pada bagian tengah Bumi masih terasa sangat panas.

Proses pembentukan Bumi yang telah disebutkan di atas hampir sama dengan pendapat Kant-Laplace yang mengatakan bahwa Bumi mulai terbentuk selama bermiliar-milyar tahun yang lalu ketika dilepaskan dari matahari dalam bentuk gas pijar, yang lambat laun mengalami pendinginan dan membentuk kerak batuan.

Meski sudah banyak teori atau pendapat para ilmuwan tentang proses pembentukan Bumi, namun tidak seorang pun yang benar-benar tahu dengan pasti bagaimana dan kapan Bumi terbentuk.

Oleh karena itu, sudah menjadi tantangan bagi dunia ilmu pengetahuan yang suatu saat mungkin bisa di pecahkan.


Bumi dan Tata Surya

Proses perkembangan planet Bumi dari masa ke masa tidak dapat dipisahkan dengan sejarah terbentuknya tata surya.

Tentu saja, karena Bumi merupakan salah satu anggota keluarga Matahari, selain planet, komet, asteroid, dan meteor.

Teori terbentuknya tata surya yang pertama dikembangkan oleh seorang filsafat asal Jerman, Immanuel Kant (1755) dan ahli astronomi asal Prancis, Pierre Simon Marquis de Laplace (1796) dengan hipotesis nebula.

Berdasarkan hipotesis nebula atau lebih dikenal dengan teori kabut gas diperoleh gambaran bahwa sistem tata surya berasal dari massa gas atau kabut gas yang bercahaya dan berputar perlahan-lahan.

Massa gas ini secara berangsur-angsur mengalami pendinginan, mengecil, dan mendekati bentuk bola. Karena massa gas itu berotasi dengan kecepatan yang makin lama makin tinggi, maka pada bagian khatulistiwanya atau ekuator mendapat gaya sentrifugal paling besar, dan akhirnya massa tersebut menjadi menggelembung.

Akhir dari bagian yang menggelembung ini, ada bagian yang terlepas atau terlempar dan membentuk bola-bola pijar dengan ukuran berbeda antara satu sama lain.

Massa gas induk tersebut juga akhirnya akan menjadi Matahari, sedang kan bola-bola kecil yang terlepas dari massa induknya pada akhirnya mendingin menjadi planet, dan salah satunya adalah Bumi.

Pada saat terlepas dari massa induknya, planet-planet anggota tata surya masih berupa bola pijar yang memiliki suhu sangat tinggi.

Namun dikarenakan planet berotasi, maka ada bagian tubuhnya yang terlepas dan berotasi sambil beredar mengelilingi planet tersebut. Benda inilah yang selanjutnya disebut sebagai Bulan atau satelit alam.

Menurut hasil penelitian para ahli astronomi dan geologi, Bumi terbentuk atau terlepas dari tubuh Matahari sekitar 4,5 miliar tahun yang lalu.

Perkiraan kelahiran Bumi ini didasari dari penelaahan paleontologi yaitu ilmu yang mempelajari fosil-fosil sisa makhluk hidup purba di masa lampau dan stratigrafi yaitu ilmu yang mempelajari struktur lapisan-lapisan batuan pembentuk muka Bumi.


Siklus Terbentuknya Bumi

Ilustrasi siklus pembentukan Bumi terbagi menjadi empat pokok hal, yaitu:
  1. Bumi masih berbentuk bola pijar
  2. Bumi mendingin berangsur-angsur membentuk litosfer
  3. Pembentukan atmosfer Bumi
  4. Bumi terbentuk sempurna

Pada saat terlahir sekitar 4,5 miliar tahun yang lalu, Bumi masih berupa bola pijar yang sangat teramat panas. Lama kelamaan secara berangsur-angsur Bumi mulai mengalami pendinginan.

Akibat proses pendinginan, bagian luar Bumi membeku membentuk lapisan kerak Bumi yang kita kenal sebagai litosfer.

Selain pembekuan kerak Bumi, pendinginan massa Bumi juga mengakibatkan terjadinya proses penguapan gas secara besar-besaran ke luar angkasa.

Proses penguapan ini terjadi dalam jutaan tahun sehingga terjadi akumulasi uap dan gas yang sangat banyak dan pada saat ini juga mulai terbentuk atmosfer Bumi.

Uap air yang terkumpul di atmosfer dalam waktu jutaan tahun tersebut pada akhirnya dijatuhkan kembali sebagai hujan untuk kalinya di Bumi, dengan intensitas tinggi dan dalam waktu yang sangat lama.

Titik-titik air hujan yang jatuh selanjutnya mengisi cekungan-cekungan muka Bumi membentuk bentang perairan laut dan samudra.

Seorang ahli ilmu cuaca asal Jerman bernama Alfred Wegener (1912), mengemukakan dalam teorinya Teori Pengapungan Benua atau Continental Drift Theory bahwa hingga sekitar 200 juta tahun yang lalu, di Bumi baru ada satu benua dan samudra yang maha luas.

Benua raksasa ini disebut sebagai Pangea, sedangkan kawasan samudra yang mengapitnya disebut sebagai Panthalasa.

Sedikit demi sedikit Pangea mengalami retakan-retakan dan pecah.

Sekitar 180 juta tahun yang lalu, benua raksasa tersebut pecah dan menjadi dua, yaitu pecahan benua di sebelah utara yang disebut Laurasia dan di bagian selatan disebut Gondwana.

Kedua benua ini dipisahkan oleh jalur laut sempit yang disebut Laut Tethys.

Sisa Laut Tethys pada saat ini merupakan jalur cebakan minyak Bumi di sekitar laut-laut di kawasan Timur Tengah.

Baik di antara Laurasia maupun Gondwana kemudian terpecah-pecah lagi menjadi daratan yang lebih kecil dan bergerak secara tidak beraturan dengan kecepatan gerak berkisar antara 1cm hingga 10 cm pertahun.

Dalam sejarah perkembangan planet Bumi, Laurasia adalah cikal bakal benua-benua yang ada saat ini.


Letaknya di sebelah utara ekuator atau belahan Bumi utara, meliputi
  1. Eurasia
  2. Amerika Utara
  3. Pulau-pulau kecil di sekitarnya.


Selain itu, Gondwana adalah cikal bakal benua-benua di belahan Bumi bagian selatan, meliputi
  1. Amerika Selatan
  2. Afrika
  3. Sub Benua India
  4. Australia
  5. Antartika


Teori Pembentukan Bumi

Secara umum, proses rincian Pembentukan Bumi dapat dibagi menjadi dua teori yaitu teori apungan benua dan teori lempeng tektonik.


1. Teori Apungan Benua (Continental Drift)

Teori Apungan Benua atau lebih dikenal dengan Continental Drift dikemukakan oleh Alfred Wegener(1910).

Wegener berpendapat bahwa 225 juta tahun yang lalu di Bumi hanyalah terdapat satu benua yaitu Pangea. Dengan adanya tenaga tektonik bumi, pangea akhirnya terpisah menjadi dua benua, yaitu Laurasia di utara dan Gondwana di selatan.

Kedua benua ini dipisahkan oleh suatu lautan besar yang disebut Tethys. Selain itu, kedua benua tersebut juga terus mengalami pergerakan sehingga membentuk benua-benua seperti saat ini.

Teori apungan benua didukung dengan bukti-bukti sebagai berikut:
  1. Pantai di bagian timur Amerika Selatan dan pantai barat Afrika terlihat memiliki potongan yang cocok satu sama lain.
  2. Batuan yang terdapat di Amerika Selatan dan di Afrika memiliki jenis dan umur batuan yang sama.
  3. Struktur batuan induk di tepi lautan Atlantik di Afrika, Amerika Utara, dan Eropa memiliki potongan dengan bentuk yang cocok satu sama lain.
  4. Adanya garis kontur pantai Timur Benua Amerika Utara dan Amerika Selatan dengan garis kontur pantai barat Eropa dan Afrika.
  5. Daratan Greenland menjauhi Eropa.
  6. Kepulauan Madagaskar menjauhi Afrika.
  7. Ada kegiatan seismik di Patahan San Andreas.
  8. Samudera Atlantik semakin luas karena pergerakan Benua Amerika ke barat.
  9. Batas Samudera Hindia semakin mendesak ke Utara.

2. Teori Lempeng Tektonik (Plate Tectonic)

Teori lempeng tektonik atau Plate Tectonic muncul pada tahun 1960-an . Teori lempeng tektonik ini merupakan lanjutan dari teori apungan benua.

Pada teori lempeng tektonik dijelaskan bahwa permukaan bumi terbentuk oleh kerak benua dan kerak samudera serta lapisan batuan teratas dari mantel bumi. Semua lapisan ini disebut sebagai lithosfer dan di bagian bawah lapisan ini terdapat lapisan batuan cair yang disebut astenosfer.

Suhu dan tekanan astenosfer sangatlah tinggi sehingga batuan pada lapisan ini dapat bergerak seperti cairan.

Pergerakan astenosfer ini mengakibatkan lapisan diatasnya, yaitu lithosfer, juga ikut bergerak.

Adanya pergerakan-pergerakan lithosfer ini dapat mengakibatkan terbentuknya permukaan bumi yang kita lihat seperti sekarang ini.