Bagaimana Status Tanah Girik dalam Hak Atas Tanah

Kegiatan jual beli tanah biasanya dilakukan secara langsung pada Penjabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Mungkin Anda masih kurang jelas tentang perbedaan PPAT dan Notaris. Saya pernah mengulasnya pada artikel bertajuk Perbedaan Peran dan Tugas Notaris dan Penjabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).

Dalam proses jual beli tanah, kita sebaiknya melakukan pengurusan sutat-surat kepemilikan. Proses ini bisa berbeda jika tanah tersebut berstatus tanah Girik. Kalau begitu apakah pengertian tanah Girik ?


Pengertian Tanah Girik

Tanah Girik merupakan isitilah yang menunjuk status kepemilikan sebuah tanah, dimana tanah tersebut merupakan sebuah lahan yang status kepemilikannya berbentuk surat sebagai bukti hak penguasaan. Dilansir dari mediaindonesia.com, menurut Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Iing R. Sodikin Arifin menegaskan girik bukan merupakan bukti kepemilikan tanah. Jadi, status Girik tidak dapat dijadikan sertifikat tanah yang resmi.


Penguasaan tanah yang memiliki bukti Girik diperoleh secara turun menurun atau diwariskan. Dalam beberapa kasus status Girik dapat diperoleh juga melalui proses jual beli. Jadi yang harus diingat bahwa status Girik merupakan pewarisan yang bukan merupakan pemilikan hak milik.

Meski tidak bersifat hak milik, sertifikat Girik dapat digunakan sebagai bukti untuk membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) pada perumahan tersebut, namun girik tidak memiliki kekuatan hukum tetap. Berdasarkan UUPA Pasal 16 ayat (1), yang termasuk dalam hak atas tanah adalah hak milik, hak guna usaha (HGU), hak guna bangunan (HGB), hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan. Selain itu ada juga hak-hak yang sifat kepemilikannya sementara sebagaimana pada pasal 53 yaitu hak gadai, hak usaha bagi hasil, hak menumpang dan hak sewa tanah pertanian.


Status girik hanya menjadi dokumen kepemilikan lama sebagai alat bukti penguasaan tanah. Pada regulasi juga disebutkan bahwa girik merupakan dokumen kepemilikan lama tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Kemudian di Pasal 24 ayat (1) menyebutkan bahwa hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti tertulis. Bukti kepemilikan itu pada dasarnya terdiri dari bukti kepemilikan atas nama pemegang hak pada masa berlakunya Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) dan apabila hak tersebut beralih, maka bukti peralihan hak-hak ini hingga sampai ke tangan pemegang hak pada waktu dilakukan pembukuan hak.



Alat-alat bukti tertulis sebagaimana yang dimaksudkan di atas dimaksudkan berupa bukti petunjuk Pajak Bumi atau Landrente, Girik, Pipil, Kekitir dan Verponding Indonesia yang berlaku sebelum Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 Tentang Pendaftaran Tanah. Peraturan pemerintah ini kemudian diperbarui menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Sehingga status tanah girik perlu dikonversikan menjadi sertifikat tanah yang memiliki kepastian hukum tetap dan diakui Pemerintah.

Berikut adalah contoh sertifikat Girik.